Starlink vs Fiber Optik dan BTS: Mana yang Lebih Unggul untuk Internet di Indonesia?

Starlink
Sumber :

Digital, VIVA – Kehadiran Starlink, layanan internet satelit milik Elon Musk, telah menimbulkan diskusi hangat di Indonesia. Sebagai alternatif konektivitas.

Starlink menawarkan solusi bagi daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur tradisional seperti fiber optik dan BTS (Base Transceiver Station).

Layanan internet berbasis fiber optik di Indonesia umumnya disediakan oleh perusahaan seperti IndiHome (Telkom Indonesia), Biznet, dan MyRepublic. Teknologi ini menggunakan kabel serat optik yang mampu mengirimkan data dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah, sehingga sangat cocok untuk kebutuhan rumah tangga hingga perkantoran di wilayah perkotaan.

 

Sementara itu, jaringan internet berbasis BTS (Base Transceiver Station) biasanya digunakan oleh operator seluler seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, dan XL Axiata. Jaringan ini memanfaatkan sinyal seluler 4G atau 5G yang dipancarkan dari menara BTS dan dapat diakses melalui perangkat modem MiFi, HP, atau router nirkabel. Meskipun fleksibel, kualitas sinyal BTS sangat bergantung pada jarak ke menara dan kepadatan pengguna di wilayah tersebut.

Ilustrasi menara BTS

Photo :
  • shutterstock

Namun, bagaimana perbandingan performa, biaya, dan keandalan antara Starlink dengan jaringan fiber optik dan BTS konvensional?

 

Kecepatan dan Latensi: Fiber Optik Masih Unggul

 

Internet fiber optik di Indonesia, seperti yang ditawarkan oleh penyedia layanan seperti IndiHome dan Biznet, mampu menyediakan kecepatan hingga 1 Gbps dengan latensi rendah, menjadikannya pilihan ideal untuk aktivitas yang memerlukan koneksi stabil seperti gaming dan streaming.

Sebaliknya, Starlink menawarkan kecepatan antara 50 hingga 150 Mbps dengan latensi sekitar 20-40 ms, yang meskipun lebih baik dibandingkan satelit konvensional, masih kalah dibandingkan fiber optik dalam hal stabilitas dan kecepatan tinggi.

 

Biaya: Starlink Lebih Mahal

 

Dari segi biaya, layanan fiber optik di Indonesia relatif lebih terjangkau. Paket internet fiber optik dengan kecepatan 50 Mbps dapat diperoleh dengan harga sekitar Rp229.000 hingga Rp276.945 per bulan, termasuk biaya instalasi dan perangkat.

Sementara itu, Starlink mematok biaya langganan residensial sebesar Rp750.000 per bulan, belum termasuk perangkat penerima yang harganya berkisar antara Rp7,8 juta hingga Rp43 juta.

 

Jangkauan dan Aksesibilitas: Starlink untuk Daerah Terpencil

 

Keunggulan utama Starlink terletak pada jangkauannya yang luas, mampu menjangkau daerah-daerah terpencil yang sulit diakses oleh jaringan fiber optik dan BTS.

Dengan menggunakan konstelasi satelit di orbit rendah Bumi (LEO), Starlink dapat menyediakan akses internet di wilayah yang sebelumnya tidak terlayani, seperti daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

 

Stabilitas dan Ketergantungan Cuaca: Fiber Optik Lebih Andal

 

Salah satu kelemahan Starlink adalah ketergantungannya pada kondisi cuaca. Sinyal internet satelit dapat terganggu oleh cuaca buruk seperti hujan lebat atau badai, yang umum terjadi di Indonesia.

Sebaliknya, jaringan fiber optik tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, sehingga menawarkan koneksi yang lebih stabil dan andal.

 

Kesimpulan Mana yang Lebih Baik?

 

Secara keseluruhan, bagi pengguna di daerah perkotaan atau wilayah yang sudah terjangkau oleh jaringan fiber optik, layanan internet kabel tetap menjadi pilihan terbaik dalam hal kecepatan, stabilitas, dan biaya.

Namun, untuk daerah-daerah terpencil yang belum terlayani oleh infrastruktur terestrial, Starlink menawarkan solusi yang layak untuk mengakses internet, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi dan potensi gangguan akibat cuaca.