Rudal Balistik vs Rudal Jelajah: Mana yang Lebih Mematikan di Medan Perang?
- X/Twitter
Jakarta, VIVA Digital – Dalam dinamika peperangan modern, rudal telah menjelma menjadi senjata strategis yang sangat mematikan. Sebelum pasukan darat bergerak, serangan awal biasanya dimulai dengan peluncuran rudal jarak jauh—baik dari darat, laut, maupun udara. Target utamanya meliputi fasilitas militer penting seperti pangkalan udara, stasiun radar, pusat komunikasi, hingga pembangkit listrik.
Namun tidak semua rudal diciptakan sama. Dua jenis utama yang digunakan dalam konflik militer saat ini adalah rudal balistik dan rudal jelajah. Keduanya memiliki karakteristik berbeda, baik dari sisi lintasan, sistem pemandu, kecepatan, maupun cara menghindari deteksi musuh. Pertanyaannya, manakah yang lebih mematikan?
Rudal Balistik: Cepat, Jangkauan Jauh, dan Daya Hancur Besar
Rudal balistik diluncurkan ke udara dengan lintasan melengkung, mirip dengan peluru artileri. Setelah mencapai ketinggian tertentu di atmosfer, rudal ini akan jatuh dengan kecepatan tinggi menuju target. Peluncurannya menggunakan roket bertenaga besar, dan dapat menjangkau target sejauh ribuan kilometer.
Karena terbang di ketinggian sangat tinggi dan jatuh secara vertikal, rudal balistik memiliki kecepatan luar biasa, bahkan bisa mencapai Mach 20. Inilah yang membuat rudal jenis ini sulit dicegat oleh sistem pertahanan udara.
Namun, kelemahannya terletak pada deteksi. Karena lintasannya yang tinggi, peluncurannya dapat terdeteksi lebih awal oleh radar, memberikan waktu bagi sistem pertahanan untuk bereaksi. Meski begitu, kecepatan masuk ulang (re-entry) ke atmosfer yang sangat cepat membuat intersepsi tetap sangat menantang.
Rudal Jelajah: Diam-diam Mengintai, Sulit Dideteksi Radar
Sebaliknya, rudal jelajah terbang mendatar seperti pesawat tak berawak di ketinggian rendah. Setelah diluncurkan menggunakan roket pendorong awal (booster), rudal akan melanjutkan perjalanan menggunakan mesin jet—baik turbojet, turbofan, maupun ramjet untuk rudal hipersonik.
Ketinggian terbangnya yang rendah membuat rudal jelajah sulit dideteksi radar musuh. Rudal ini bisa "bersembunyi" di balik bukit, pohon, atau bangunan, sehingga hanya terdeteksi saat sudah mendekati target—menyisakan waktu respons yang sangat singkat bagi pertahanan musuh.
Beberapa rudal jelajah modern juga dapat mengikuti kontur bumi melalui sistem TERCOM (Terrain Contour Matching) dan DSMAC (Digital Scene Matching Area Correlation), menjadikannya sangat sulit untuk dicegat dan sangat akurat terhadap target spesifik.
Sistem Pemandu: Kunci Akurasi dan Efektivitas
Baik rudal balistik maupun rudal jelajah dilengkapi sistem pemandu canggih seperti INS (Inertial Navigation System), GPS, dan TERCOM. INS memungkinkan rudal menghitung posisi secara real-time selama penerbangan. GPS menambahkan lapisan akurasi dengan bantuan satelit, sementara TERCOM dan DSMAC membantu rudal jelajah menyesuaikan lintasannya berdasarkan kontur dan citra bumi.
Bahkan banyak rudal masa kini menggunakan kombinasi ketiganya agar tetap akurat dalam berbagai situasi medan dan gangguan elektronik.
Mana yang Lebih Mematikan?
Jika berbicara soal daya hancur dan jangkauan, rudal balistik jelas unggul. Mereka bisa membawa hulu ledak besar, termasuk nuklir, dan menjangkau sasaran di benua lain hanya dalam hitungan menit. Namun, dari segi kemampuan menyusup dan presisi menargetkan fasilitas vital tanpa deteksi, rudal jelajah lebih unggul.
Pada akhirnya, pilihan antara keduanya tergantung pada tujuan strategi militer. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China memanfaatkan keduanya secara bersamaan dalam doktrin militer mereka untuk saling melengkapi dan meningkatkan efektivitas serangan.