Ternyata Ini Alasan Psikologis Kenapa Kamu Suka Lihat IG Story Sendiri!
- Istimewa
Jakarta, VIVA Digital – Fenomena seseorang yang berulang kali melihat Instagram Story miliknya sendiri bukanlah hal baru. Ini adalah perilaku umum yang menarik perhatian para psikolog, yang melihatnya sebagai cerminan kebutuhan dan dinamika psikologis manusia di era digital. Ada beberapa alasan mendalam di balik kecenderungan ini, mulai dari pencarian validasi diri hingga mekanisme respons terhadap interaksi sosial.
Salah satu teori utama yang menjelaskan mengapa kita senang mengamati konten yang kita buat sendiri adalah "The Looking Glass Theory" atau Teori Cermin Diri. Teori ini menyatakan bahwa sebagian besar konsep diri dan harga diri kita berasal dari bagaimana kita mempersepsikan pandangan orang lain terhadap diri kita.
Ketika kita mengunggah sebuah Instagram Story, misalnya yang lucu atau menginspirasi, kita berharap orang lain akan melihat kita secara positif. Dengan terus-menerus melihat unggahan tersebut, kita seolah-olah sedang menguatkan kembali aspek-aspek positif dari identitas yang ingin kita tampilkan.
Ini adalah bentuk validasi diri—menegaskan kembali bahwa "Aku adalah orang yang seperti ini, dan orang lain melihatku demikian." Semakin banyak respons positif yang kita dapatkan, semakin kuat pula rasa puas dan penerimaan diri tersebut.
Dilansir dari berbagai sumber Senin 23 Juni 2025, Psikolog Danti Wulan Manunggal dari Ibunda.id menjelaskan bahwa "self-stalking"—istilah yang sering digunakan untuk perilaku melihat ulang Story sendiri—adalah perilaku yang wajar dengan tujuan yang jelas dan tidak selalu berlebihan.
Orang mungkin ingin memastikan bahwa Story mereka terlihat sempurna, atau mereka ingin melihat bagaimana orang lain bereaksi terhadap unggahan tersebut. Rasa puas yang timbul setelah mengunggah sesuatu yang dirasa "pas" juga menjadi salah satu pendorong untuk melihatnya berulang kali. Ini adalah bentuk apresiasi terhadap karya atau momen pribadi yang telah dibagikan.
Namun, Danti juga mengingatkan bahwa ada batasan. Ketergantungan yang berlebihan pada umpan balik media sosial bisa berdampak negatif pada kesehatan mental. Jika harga diri seseorang terlalu banyak bergantung pada jumlah likes, komentar, atau penonton Story, hal ini dapat mengikis rasa percaya diri yang sesungguhnya. Orang mungkin mulai merasa cemas jika unggahan mereka tidak mendapatkan respons yang diharapkan, atau merasa tidak berharga jika dibandingkan dengan orang lain.
Lebih lanjut, Christin Wibowo dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang menambahkan bahwa memeriksa ulang Story sendiri adalah hal yang normal jika tujuannya adalah untuk memastikan tulisan (caption) sudah benar, atau sekadar menikmati respons positif yang masuk. Ini adalah bagian dari proses interaksi digital yang sehat.
Namun, perilaku ini menjadi perlu diwaspadai jika mulai menghabiskan terlalu banyak waktu, mengganggu aktivitas sehari-hari, atau digunakan sebagai cara untuk melarikan diri dari kenyataan. Misalnya, jika seseorang terus-menerus mengecek Story saat seharusnya bekerja atau berinteraksi secara langsung.
Secara keseluruhan, keinginan untuk melihat Instagram Story sendiri adalah fenomena kompleks yang melibatkan kebutuhan psikologis akan validasi, apresiasi diri, dan interaksi sosial. Meskipun pada dasarnya wajar, penting untuk menjaga keseimbangan agar penggunaan media sosial tetap menjadi alat yang memberdayakan, bukan yang mengikis kesehatan mental. Menyadari alasan di balik perilaku ini dapat membantu kita untuk lebih bijak dalam menggunakan platform digital dan membangun konsep diri yang lebih kuat tanpa terlalu bergantung pada pandangan eksternal.