Petani Milenial Sulap Lahan Jadi Ladang Cuan Berkat Teknologi
Digital, VIVA - Pada 2010, seorang pemuda berusia 20 tahun memilih jalur yang berbeda dari teman-temannya.
Obur Bahtiar memilih bertahan di desa menjadi petani sayuran seperti yang ditekuni orangtuanya. Padahal, bagi sebagian besar generasi muda di Indonesia, pertanian bukan lagi pekerjaan utama yang diidamkan.
Namun, bagi Obur Bahtiar menjadi petani memiliki daya tarik kuat karena peluang ekonomi yang besar dan tradisi keluarga.
“Alasan utama saya memilih profesi petani karena melihat adanya potensi keuntungan ekonomi yang bisa saya dapatkan," kata pria, yang tinggal di Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Apalagi, lanjut Obur, dengan dukungan sumber daya alam (SDA) di wilayah tempat tinggalnya dan latar belakang keluarga yang juga berasal dari petani. Pada awal menjadi petani, ia hanya mengelola lahan sekitar 1.000 meter persegi.
Kini, luas lahan tanaman sayurnya telah mencapai 10.000 meter persegi atau satu hektare — hasil dari kombinasi pembelian dari hasil panen, sewa tanah dan lahan warisan keluarga. "Waktu itu saya menanam cabai, tomat, mentimun, dan buncis," kenang Obur.
Ambisinya tidak berhenti di situ. Ia bermimpi memperluas lahan seluas-luasnya agar panen meningkat, mampu menarik minat anak-anak muda di desanya untuk terjun di pertanian dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga terjadi regenerasi petani.