F-15EX vs KF-21, Perbandingan Jet Tempur Canggih yang Jadi Pilihan Sulit Indonesia
VIVA Digital – Masa depan pertahanan udara Indonesia kini berada di persimpangan besar. Dunia internasional menyoroti langkah pemerintah dalam menentukan arah modernisasi TNI AU, yang dianggap sebagai salah satu keputusan strategis paling rumit dalam sejarah militer Indonesia.
Dua kandidat utama yang menjadi sorotan adalah Boeing F-15EX Eagle II dari Amerika Serikat dan KF-21 Boramae hasil kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan.
F-15EX menawarkan kemampuan tempur siap pakai dengan rekam jejak panjang, sementara KF-21 masih dalam tahap pengembangan namun menjanjikan transfer teknologi untuk kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Pertanyaannya, mana yang lebih layak untuk menjadi tulang punggung kekuatan udara Indonesia di masa depan? Mari kita kupas satu per satu.
F-15EX Eagle II: Superioritas Udara Siap Pakai
Disetujui AS Sejak 2022
Amerika Serikat telah memberi lampu hijau penjualan 36 unit F-15EX ke Indonesia dengan nilai US$13,9 miliar atau sekitar Rp200 triliun. Paket ini mencakup pesawat, mesin, persenjataan, hingga dukungan logistik penuh.MoU Sudah Ditandatangani
Pada Agustus 2023, Kementerian Pertahanan RI dan Boeing meneken MoU akuisisi 24 unit F-15EX. Meski begitu, kontrak final belum diteken hingga kini.Kelebihan F-15EX
Mampu membawa beban senjata hingga 13,6 ton
Jangkauan terbang lebih dari 3.400 km
Dilengkapi avionik dan radar mutakhir AESA AN/APG-82(V)1
Bisa mengintegrasikan rudal modern seperti AIM-120D AMRAAM dan AIM-9X Sidewinder
Sudah terbukti dalam berbagai operasi militer sehingga siap pakai
Kekurangan F-15EX
Harga sangat mahal, baik pembelian maupun biaya operasional
Tidak menawarkan transfer teknologi yang signifikan untuk industri pertahanan dalam negeri
Membuat ketergantungan tinggi pada Amerika Serikat sebagai pemasok utama
KF-21 Boramae: Ambisi Besar, Risiko Tak Kecil
Proyek Bersama Korea Selatan
KF-21 adalah jet tempur generasi 4.5 hasil kolaborasi Korea Aerospace Industries (KAI) dengan partisipasi Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia.Komitmen Indonesia
Indonesia menyanggupi menanggung 20 persen biaya proyek senilai Rp100 triliun, namun sempat menunggak pembayaran hingga Rp16 triliun.Kesepakatan Baru 2025
Setelah negosiasi panjang, pada Juni 2025 Indonesia dan Korea Selatan mencapai kesepakatan restrukturisasi pembayaran dengan skema lebih fleksibel.
KAI KF-21 Boramae
- wikipedia
Kelebihan KF-21
Menawarkan transfer teknologi untuk memperkuat industri pertahanan Indonesia
Biaya pengembangan dan harga per unit lebih murah dibanding F-15EX
Dirancang membawa rudal jarak jauh Meteor dan Taurus yang modern
Potensi besar menjadi jet tempur andalan di kawasan Asia pada masa depan
Kekurangan KF-21
Masih dalam tahap uji coba dan belum operasional penuh
Risiko penundaan produksi cukup besar
Membutuhkan investasi jangka panjang dengan konsekuensi utang
Kemampuan tempur belum teruji dalam skenario nyata
Tabel Perbandingan Spesifikasi F-15EX vs KF-21
Spesifikasi | Boeing F-15EX Eagle II | KF-21 Boramae |
---|---|---|
Generasi | 4.5++ (dengan upgrade mutakhir) | 4.5 (dalam pengembangan) |
Kecepatan Maksimal | Mach 2.5 (sekitar 3.000 km/jam) | Mach 1.8 (sekitar 2.200 km/jam) |
Jangkauan Terbang | >3.400 km | ±2.900 km |
Payload Senjata | Hingga 13,6 ton | Hingga 7,7 ton |
Radar | AESA AN/APG-82(V)1 | AESA buatan Hanwha Systems |
Kursi | 2 (pilot + WSO) | 1 atau 2 (varian) |
Status | Operasional penuh | Tahap uji coba (prototipe) |
Perkiraan Harga per Unit | USD 80–90 juta | USD 60–70 juta |
Keputusan Indonesia memilih antara F-15EX atau KF-21 bukan hanya soal membeli jet tempur. Pilihan ini akan menentukan arah strategi pertahanan udara, kemandirian industri dalam negeri, dan hubungan geopolitik dengan negara mitra.
F-15EX memberikan keuntungan instan berupa kekuatan udara siap pakai dengan teknologi teruji, namun dengan harga tinggi dan ketergantungan besar pada Amerika Serikat.
Sebaliknya, KF-21 memberi peluang emas bagi Indonesia untuk belajar dan memperkuat industri pertahanan, meski penuh risiko, utang, dan waktu tunggu panjang sebelum benar-benar operasional.