Dulu Butuh Tim IT, Sekarang Bikin Aplikasi Cukup Pakai AI

Ilustrasi AI
Sumber :
  • Freepik

Digital – Dulu, membuat aplikasi berarti harus merekrut tim IT lengkap, dari developer, UI/UX designer, hingga tester. Namun, selama dua tahun terakhir, tren kecerdasan buatan (AI) yang bisa digunakan untuk membuat aplikasi berkembang pesat.

Lenovo Yoga Pro 7i: Laptop yang bisa 'Baca Pikiran' Kreator

Berbagai platform seperti Lovable dan Bolt memungkinkan orang membuat aplikasi hanya dengan mengetik perintah dalam bahasa sehari-hari, tanpa perlu menulis kode pemrograman. Tapi, sejauh ini, sebagian besar teknologi itu masih sebatas untuk uji coba ringan atau membuat prototipe awal. Belum banyak yang benar-benar sanggup digunakan untuk kebutuhan serius di dunia nyata.

Menariknya, kini muncul pendekatan berbeda dari Indonesia. Sebuah platform pembuat aplikasi berbasis AI dikembangkan bukan sekadar sebagai demo atau proyek percobaan, melainkan langsung untuk digunakan dalam skala besar. Bahkan, teknologi ini telah menjadi tulang punggung aplikasi layanan publik milik POLRI yang digunakan oleh lebih dari lima juta orang di seluruh Indonesia, yaitu POLRI SuperApp.

Microsoft Luncurkan Bing Video Creator, Begini Cara Buatnya Langsung di HP!

Berbeda dari solusi global yang umumnya menyasar pengguna individual dan pengembang independen, QuantumByte, platform AI app builder besutan startup Indonesia, Quantum Teknologi Nusantara, dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan strategis perusahaan berskala besar. Sejak diluncurkan pada tahun 2022 dengan fokus pada pasar B2B, QuantumByte diposisikan sebagai fondasi utama untuk menangani kompleksitas operasional tingkat enterprise.

Sistem QuantumByte fleksibel dan bisa disesuaikan, seperti menyusun balok LEGO. Fitur-fitur di dalamnya bisa ditambahkan, diubah, atau dihapus tanpa perlu membongkar ulang seluruh sistem.

Snapdragon 8 Elite 2 Kalah Start, Dimensity 9500 Lebih Dulu Meluncur: Bawa Fabrikasi 3 Nm, AnTuTu Tembus 3,5 Juta

Setelah terbukti mampu menangani kebutuhan perusahaan besar, kini teknologi ini mulai dibuka untuk publik. Artinya, pelaku usaha kecil, komunitas lokal, sekolah, hingga individu kreatif bisa mulai memanfaatkannya.

Pengguna cukup mengetikkan kebutuhan aplikasi mereka, misalnya: “Saya butuh aplikasi pemesanan makanan untuk restoran kecil saya.” Dalam hitungan menit, sistem akan membuat aplikasi dasar yang sudah siap dipakai. Setelah itu, pengguna bisa menyesuaikan tampilannya atau menambah fitur dengan cara sederhana, tanpa harus mengerti bahasa pemrograman.

Langkah ini membuka peluang baru: kini siapa saja bisa membuat aplikasi tanpa harus membayar mahal tim programmer atau menunggu berbulan-bulan hingga aplikasi selesai.

Teknologi ini juga sudah digunakan dalam proyek-proyek luar negeri, di antaranya:

  • Membantu Volkswagen memprediksi harga energi di Singapura menggunakan AI
  • Mendukung sistem distribusi merek fashion global Melengo yang menjual ke Asia Tenggara, Amerika Latin, dan AS
  • Mengontrol pesawat tanpa awak secara langsung dalam proyek teknologi penerbangan bernama RAIN Aero

Selain itu, perusahaan pengembang teknologi ini tidak menerima dana dari investor luar. Semuanya dikembangkan sendiri dari nol. Meski begitu, mereka tetap berhasil tumbuh dua kali lipat bahkan di tengah tahun yang sulit secara ekonomi.

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi buatan Indonesia kini tak hanya jadi penonton. Dengan keberanian dan fokus pada solusi nyata, teknologi lokal bisa bersaing dan digunakan di panggung global.