Terlalu Asyik Pakai AI? Waspada Ini 5 Bahaya Mengintai Menurut Pakar

AI DeepSeek, Gemini, ChatGPT dan Grok
Sumber :

Digital, VIVA – Teknologi kecerdasan buatan (AI) memang sedang naik daun. Mulai dari membantu menyelesaikan tugas sekolah, menulis artikel, menciptakan lagu, hingga membuat desain atau bahkan keputusan bisnis.

Samsung Galaxy S25 Series Dapat Update One UI 8 Beta Terbaru, Ada Fitur AI yang Unik

AI seolah jadi sahabat baru manusia modern. Tapi, pernahkah Anda berpikir apa jadinya jika kita terlalu bergantung pada teknologi ini?

 

Beli iPhone 16 Sekarang atau Tunggu iPhone 17? Ini Pertimbangannya!

Di balik kemudahan yang ditawarkan, para pakar digital dari berbagai belahan dunia justru memberi peringatan keras. Bukan soal teknis semata, tapi dampaknya pada cara manusia berpikir, berkreasi, bahkan mengambil keputusan.

Apakah kita secara tak sadar sedang “menjual” kemampuan otak kita pada algoritma?

ChatGPT Bisa Jadi Teman Tidur Digital

 

Berikut ini lima bahaya nyata yang mengintai ketika manusia terlalu mengandalkan AI, lengkap dengan pandangan dari pakar digital kelas dunia. 

 

1. Otak Makin Malas, Kemampuan Berpikir Kritis Tergerus

 

Profesor Gary Marcus dari New York University menyebutkan bahwa semakin sering kita menyerahkan keputusan ke AI, semakin sedikit kita menggunakan daya pikir sendiri. Otak manusia ibarat otot jika tak dilatih, lama-lama melemah.

 

"AI bisa memberi jawaban cepat, tapi bukan berarti itu yang paling tepat," kata Marcus. Ia mengingatkan pentingnya refleksi, intuisi, dan logika manusia yang tak bisa digantikan mesin.

 

2. Kreativitas Terancam Mati Pelan-pelan

 

Menurut Dr. Kate Crawford dari Microsoft Research, kreativitas manusia tumbuh dari pengalaman, emosi, dan intuisi sesuatu yang tidak dimiliki AI.

Jika semua konten kreatif didelegasikan ke mesin, maka kemampuan untuk mengeksplorasi dan menciptakan hal baru akan menurun drastis.

 

"AI bisa meniru gaya menulis atau menggambar, tapi tidak bisa menciptakan sesuatu dari nol yang lahir dari rasa sakit atau cinta," ungkapnya.

 

3. Risiko Terjebak Disinformasi dan Bias

 

Sebuah studi dari MIT tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 5 output AI mengandung informasi tidak akurat atau bias. Ini berbahaya jika digunakan untuk mengambil keputusan penting tanpa verifikasi.

 

Bayangkan jika AI menyarankan investasi yang salah karena datanya keliru, atau menampilkan informasi bias tentang kelompok tertentu. Tanpa kemampuan memfilter, manusia bisa jadi korban manipulasi algoritma.

 

4. Ketimpangan Digital: Si Pintar Tambah Pintar, yang Lain Tertinggal

 

Ketergantungan pada AI juga menimbulkan ketimpangan. Mereka yang menguasai teknologi akan melaju lebih cepat, sementara yang belum mengakses AI akan makin tertinggal.

 

Selain itu, pengguna yang terlalu bergantung bisa kehilangan keahlian dasar seperti menulis, berhitung, bahkan berbicara secara meyakinkan di depan umum.

 

5. Privasi dan Etika Jadi Taruhan Besar

 

AI membutuhkan data untuk bekerja. Tapi seberapa aman data itu? Banyak platform AI tidak sepenuhnya transparan soal bagaimana data kita digunakan. Kasus kebocoran data pengguna ChatGPT tahun 2023 jadi bukti bahwa privasi bisa tergadaikan jika tidak hati-hati.

 

Tak hanya itu, AI yang dilatih dari data tidak etis bisa menyebarkan stereotip atau merugikan kelompok tertentu.

 

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?

 

Meski AI punya banyak manfaat, para pakar sepakat: gunakan secukupnya, tetap libatkan otak, dan jangan sepenuhnya percaya tanpa verifikasi.
Berikut beberapa saran dari para ahli:

 

  • Gunakan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti nalar.

  • Tetap latih otak dengan berpikir sendiri sebelum bertanya ke mesin.

  • Verifikasi setiap jawaban AI, terutama yang menyangkut data penting.

  • Jaga privasi dan data pribadi, jangan sembarangan mengunggah ke sistem AI.

  • Ajarkan anak-anak berpikir kritis sejak dini, agar tidak hanya jadi “pengikut teknologi”.