Lift dan Eskalator Rusak Tak Hanya soal Teknis, Ada Masalah Sistemik di Baliknya
- Pixabay
Digital, VIVA – Teknologi wire rope (tali baja) lift dan eskalator merupakan dua sistem transportasi vertikal yang berbeda, namun sama-sama menggunakannya sebagai komponen utama.
Wire rope pada lift berfungsi sebagai tulang punggung yang menahan beban kabin dan penumpang.
Sementara pada eskalator, wire rope digunakan untuk menggerakkan tangga bergerak.
Keduanya memiliki peran penting dalam mobilitas modern, terutama dalam gedung bertingkat.
Tali baja menjadi isu utama di kalangan industri lift dan eskalator Tanah Air lantaran masuk kategori larangan terbatas (lartas) impor.
Artinya, impor wire rope tidak bisa dilakukan secara bebas dan memerlukan izin khusus dari instansi terkait.
Hal ini karena wire rope termasuk dalam komoditas yang pengawasannya diatur ketat untuk alasan tertentu, seperti perlindungan industri dalam negeri atau alasan keamanan.
"Wire rope jadi isu krusial. Ini adalah komponen vital pada sistem pengangkutan vertikal. Masalahnya, belum ada produsen lokal yang mampu memproduksi wire rope dengan spesifikasi teknis khusus untuk eskalator. Satu sisi kita dilarang impor, tapi sisi lain kita belum bisa produksi sendiri. Ini kontradiktif dan memperlambat pertumbuhan industri," ujar Ketua Umum Aliansi Perusahaan dan Profesional Lift Eskalator atau Apple Indonesia, Nanang Komara.
Selain soal lartas impor, Apple Indonesia juga menyoroti legalitas perusahaan ilegal yang bergerak di industri ini.
Nanang mengaku jika kondisi industrinya saat ini tidak sehat dan perlu segera dibenahi lantaran menjamurnya perusahaan tak berizin yang merusak ekosistem persaingan usaha dan membahayakan keselamatan publik.
Berdasarkan data Apple Indonesia, dari sekitar 200-250 perusahaan yang beroperasi di sektor lift dan eskalator, hanya 37 yang memiliki legalitas resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Artinya, lebih dari 80 persen pelaku industri di sektor ini beroperasi secara ilegal.
“Kue industrinya tetap tapi dibagi terlalu banyak. Persaingan jadi tidak sehat. Perusahaan resmi kesulitan bersaing secara harga, dan untuk memenuhi gaji standar saja sudah berat, apalagi bicara kesejahteraan,” ungkapnya.
Menurut dia, persoalan utama bukan hanya menyangkut ekonomi dan daya saing, tetapi lebih jauh menyentuh aspek keselamatan masyarakat.
Lift dan eskalator merupakan sistem transportasi vertikal yang memiliki risiko tinggi jika tidak dirancang, dipasang, dan dirawat oleh pihak yang kompeten dan bersertifikat.
“Banyak kecelakaan lift terjadi karena instalasi dan pemeliharaan dilakukan oleh perusahaan tidak berizin. Bahkan, ada yang tidak punya kantor tetap dan tidak berbadan hukum tapi beroperasi bebas,” tegas Nanang.
Untuk itu, Apple Indonesia menyambut baik langkah Direktorat Bina Pengujian K3 Kemenaker yang akan melakukan sidak alias inspeksi mendadak ke berbagai lokasi guna memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan kerja.
Perusahaan yang terbukti tidak memenuhi standar akan dikenai sanksi administratif maupun pidana.
“Ketika pemilik gedung sadar bahwa menggunakan vendor ilegal bisa membahayakan pengguna sekaligus menimbulkan risiko hukum, mereka akan berpikir ulang. Ini bagian dari filterisasi internal untuk menekan pelanggaran dari dalam,” jelas dia.