Aturan Digital Khusus Anak Resmi Rilis, Orangtua Wajib Tahu Isinya Sebelum Terlambat
- Freepik
Digital, VIVA - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau PP No 17 Tahun 2025 atau PP TUNAS (Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Pelindungan Anak).
Kehadiran PP TUNAS penting untuk memastikan anak terlindungi di ruang digital dengan mengatur akuntabilitas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Namun, regulasi ini tak dapat berdiri sendiri. Melainkan, butuh peran serta dari keluarga dan masyarakat luas untuk melindungi anak-anak di ruang digital.
“PP ini bukan berarti melarang anak untuk mengakses internet atau platform digital. Melainkan, memberi anak tangga yang bertahap bagi anak-anak dalam mengadopsi teknologi,” kata Ketua Tim Kelembagaan Komunikasi Strategis, Yudi Syahrial.
Melalui PP ini, kewajiban PSE seperti media sosial, game online, website, layanan keuangan digital, dan lain-lain bagi anak diatur.
Harapannya, sebagai digital native, anak-anak dapat mengadopsi teknologi secara bertahap, diawali literasi digital yang tepat.
“Kami sadar bahwa regulasi sebenarnya tidak cukup tanpa keterlibatan aktif dari orangtua dalam hal peningkatan literasi digital. Sebagai orangtua, kita harus memperkuat dan mendampingi anak-anak saat menggunakan dunia maya,” tuturnya.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Direktorat Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), Sariaty Dinar Silalahi, menyampaikan bahwa PP TUNAS hadir sebagai upaya melindungi anak dari banyaknya konten yang belum bisa disaring oleh anak.
“Sebelum merancang PP ini, kita konsultasi ke banyak pihak, termasuk asosiasi psikolog, tentang mengapa dibutuhkannya pembatasan berdasarkan usia. Berbeda usia anak akan berbeda pula treatment sesuai perkembangan psikologisnya,” jelas dia.
Sayang, ada sekitar 13,4 persen anak punya akun yang dirahasiakan dari orangtua, terutama remaja.
Sedangkan, 32,1 persen anak membagikan informasi pribadinya di media sosial (Kajian Unicef, 2023: Pengetahuan dan Kebiasaan Daring Anak).
Sari mengingatkan bahwa ada ancaman seperti grooming maupun penyalahgunaan data pribadi.
“Otak anak-anak itu seperti spons, yang merekam serta-merta. Belum dapat memproses seperti orang dewasa. Orangtua memiliki peran untuk mengedukasi dan membimbing anak di ruang digital,” papar Sari.
Content Creator Indah Rizky Ariani.
- Dok. Kemenkomdigi
Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Direktorat Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, Kemenkomdigi menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Media Digital Bagi Komunitas dengan tema “Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak” di Palembang, Sumatra Selatan.
Bimtek Pengelolaan Media Digital Bagi Komunitas dengan tema “Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak”, merupakan upaya membangun kesadaran kolektif bahwa dunia digital harus menjadi ruang yang aman bagi anak.
Praktisi Kehumasan dan Pakar Budaya Digital, Rulli Nasrullah, menyampaikan banyak orangtua yang lekat dengan gawai (gadget) di keseharian. Akhirnya, anak melihat bahwa penggunaan gawai merupakan bagian dari rutinitas.
“Kita jangan menyalahkan anak terlebih dahulu, namun, semua dimulai dari orangtua untuk memberikan contoh yang baik,” ucap Arul, sapaan akrabnya. Saat ini, anak cenderung mengikuti konten yang dilihat karena adanya godaan dan takut tertinggal tren/FOMO (Fear of Missing Out).
Mulai dari gaya hidup dan gaya visual, hingga penggunaan bahasa. Arul mengingatkan, jangan sampai anak-anak terjebak tren dan konten negatif seperti judi online.
“Salah satu cara yang paling sederhana adalah install aplikasi pengawasan di gawai anak, untuk mengetahui anak pergi ke mana, berapa lama anak main HP, dan apa saja yang mereka akses,” jelasnya.
Meski telah menyetel aplikasi pengawasan pada gadget anak, orangtua harus tetap memperhatikan kebiasaan anak di ruang digital.
Senada, Content Creator Indah Rizky Ariani, justru membangun kebiasaan membaca buku pada anak.
“Anak-anak jika tidak dibimbing akan berbahaya di ruang digital. Sebelum usia sekolah, saya tidak memberikan HP kepada anak melainkan memberikan buku-buku bekas untuk menggugah kebiasaan membaca mereka,” ucapnya.
Di samping itu, Indah mengingatkan orangtua untuk mewaspadai celah anak mengakses ruang digital secara bebas dari teman-teman sekitarnya.
Ia pun mengajak orangtua untuk lebih dekat kepada anak, untuk lebih mengetahui perkembangan mereka.
“Mengajarkan anak untuk terbuka dan menceritakan berbagai hal yang ia temui, bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui apa yang diakses oleh anak. Mereka cenderung tidak tahu mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah,” papar Indah.