TikTok Terancam Tutup di AS, Diganti Platform Baru? Ini Faktanya
- Istimewa
Jakarta, VIVA Digital – TikTok kembali jadi sorotan di Amerika Serikat (AS) setelah drama panjang soal kepemilikan dan keamanan data pengguna. Selama empat tahun terakhir, aplikasi milik ByteDance asal Tiongkok ini menghadapi tekanan besar dari pemerintah AS, yang khawatir data penggunanya bisa diakses oleh Beijing.
Awal tahun ini, TikTok sempat menghilang sementara dari App Store dan Google Play Store di AS. Gangguan tersebut membuat jutaan pengguna panik sebelum akhirnya aplikasi kembali pulih pada Februari. Sejak saat itu, isu mengenai masa depan TikTok di Negeri Paman Sam semakin rumit.
Investor Berebut TikTok dengan Valuasi Fantastis
Mengutip laporan TechCrunch, analis CFRA Research menyampaikan, valuasi TikTok di AS bisa mencapai lebih dari 60 miliar dolar jika kesepakatan kepemilikan baru berhasil. Sejumlah investor besar, termasuk Oracle, Silver Lake, dan Andreessen Horowitz, dikabarkan siap menguasai 80 persen saham TikTok di AS, sementara sisanya tetap dimiliki pemegang saham asal Tiongkok.
Oracle diprediksi akan berperan besar, terutama dalam mengelola keamanan data dan cloud TikTok. Bahkan, perusahaan ini disebut bakal mereplikasi algoritma TikTok di AS agar ByteDance tidak lagi punya akses langsung ke data pengguna Amerika.
Trump, Xi, dan Lampu Hijau dari Beijing
Presiden Donald Trump, yang sejak lama mendorong pembatasan TikTok, baru-baru ini menyebut Presiden Xi Jinping telah memberikan persetujuan atas kesepakatan baru ini. Dengan begitu, investor asal AS akan memegang kendali lebih besar, sementara ByteDance hanya berperan sebatas pemilik algoritma.
Trump bahkan menyebut sejumlah nama besar yang mungkin ikut campur tangan, mulai dari Rupert Murdoch, Larry Ellison, hingga Michael Dell. Hal ini menegaskan betapa strategisnya posisi TikTok di mata investor maupun politikus Amerika.
Bagaimana dengan Nasib Pengguna TikTok di AS?
Meski kesepakatan sudah mendekati final, laporan Bloomberg menyebut TikTok berpotensi dihentikan di AS, digantikan dengan platform baru yang masih belum jelas detailnya. Artinya, pengguna kemungkinan harus beradaptasi lagi dengan layanan yang berbeda, meski tetap membawa “roh” TikTok.
Drama TikTok di AS bermula pada Agustus 2020 ketika Trump menandatangani perintah eksekutif untuk melarang transaksi dengan ByteDance. Pemerintah sempat berusaha memaksa penjualan operasional TikTok kepada perusahaan Amerika, dengan Microsoft, Oracle, dan Walmart sebagai kandidat utama. Namun larangan tersebut tertahan setelah pengadilan memblokir eksekutif order tersebut.
Situasi mereda setelah pemerintahan Biden mengambil alih, meski Senat sempat meloloskan RUU pembatasan TikTok. ByteDance pun melawan dengan menggugat pemerintah AS, menilai larangan tersebut melanggar hak Amandemen Pertama warganya.
Kini, setelah negosiasi panjang, TikTok kembali berada di ujung perubahan besar. Baik melalui konsorsium investor besar seperti Oracle, Silver Lake, hingga kelompok alternatif seperti Project Liberty dan American Investor Consortium, masa depan aplikasi ini akan sangat berbeda dari beberapa tahun terakhir.